26 Desember 2009

UPAYA MENINGKATKAN GURU YANG PROFESIONAL DALAM ERA REFORMASI

Upaya Meningkatkan Guru Yang Profesional dalam Era Reformasi Lima Faktor Krusial untuk Meningkatkan & Menganalisa Profesionalisme Guru 1. Ethic (Etika) 2. Attitude (Sikap) 3. Habits (Kebiasaan) 4. Knowledge (Ilmu Pengetahuan) 5. Skill (Keterampilan) Etika | Ethic [01] Kemampuan untuk berkerja dan melayani tanpa diskriminasi | Ability to work and serve without discrimination (ethnic, religion, sex, age, disabilities, and gender). [02] Kemampuan untuk menjaga kerahasiaan dan privasi siswa, rekan guru dan atasan | Ability to protect a privacy of student, fellow teacher and employer. [03] Komitmen untuk memberikan penilaian berdasarkan pendapat dan penilaian yang objektif | Committed to give objective opinion and assessment. [04] Isu yang berhubungan dengan keadilan dalam kontrak pekerjaan dan perimbangan daya tawar antara pemilik sekolah dan yang dipekerjakan | Issues relating to the fairness of the employment contract and the balance of power between employer and employee: slavery, employment law. [05] Masalah keselamatan kerja dan kesehatan kerja | Ocupational safety and health. Sikap | Attitude [01] Proaktif | Be proactive [02] Percaya diri | Be confidence [03] Bergembira dalam beraktivitas | Have Fun in school activity [04] Terbuka | Be open [05] Fokus | Be Focus [06] Memiliki sikap empati | Be emphatic Kebiasaan | Habits [01] Kebiasaan yang teratur | Be organized [02] Selalu berpartisipasi | Always participate [03] Bekerja dan belajar untuk mencapai sinergi | Work & learn together to achieve synergy [04] Belajar untuk mendengar orang lain | Learn to listen to other [05] Menghargai | Appreciate [06] Kebiasaan untuk terus berlatih | Practice-practice-practice Ilmu Pengetahuan | Knowledge [01] Metode belajar | Learning method [02] Metode mengajar | Teaching method [03] Metode manajemen kelas | Class management method [04] Psikologi anak | Children psychology [05] Pengetahuan akan trend ilmu dimasa yang akan datang | Knowledge to upcoming trend Keterampilan | Skill [01] Keunggulan dalam oprasional kelas | Class operational excellence [02] Membina hubungan yang baik dengan siswa | Relationship with student [03] Kemampuan untuk mencetuskan inovasi | Ability to spark innovation [04] Memupuk berfikir kritis | Nurture critical thinking [05] Kemampuan untuk berfikir analitis | Ability to Develop analytical skill [06] Kemampuan untuk membuat hipotesa | Ability to hypothesized [07] Kemampuan untuk menghubungkan | Ability to associate [08] Kemampuan untuk membuat prediksi | Ability to make prediction [09] Kemampuan untuk mencetuskan rasa ingin tahu | Ability to spark curiosity [10] Kemampuan untuk mengingat | Ability for retention [11] Kemampuan untuk memahami | Ability to comprehend [12] Keunggulan dalam oprasional kelas | Class operational excellence Kita Meningkatkan Profesionalisme [01] Bangun dan pupuk jiwa kepemimpinan dalam diri (build strong leadership). [02] Bersikap dan berkerja secara akuntabel sesuai dengan posisi anda. Jalankan tata kelola yang baik (practice good governance). [03] Proaktif dan berpartisipasi secara positif. Tidak ada perubahan tanpa partisipasi (multilevel participation). [04] Bangun “Sense of Urgency” Professionalism Road Map [01] Susun strategi untuk membangun profesionalisme. [02] Bentuk struktur yang akan mendukung strategi. [03] Bangun sistem yang berisikan prosedur formal dan informal yang mengatur aktivitas sehari hari. [04] Seleksi talenta yang cocok dan mendukung tujuan organisasi. [05] Tetapkan nilai nilai bersama yang menjadi ciri dan kultur organisasi. [06] Bangun gaya yang unik sehingga menjadi ciri khas personel organisasi anda ketika tampil.

SIKAP DAN PERILAKU GURU YANG PROFESIONAL

SIKAP DAN PERILAKU GURU YANG PROFESIONAL SIKAP DAN PERILAKU GURU YANG PROFESIONAL Judul: SIKAP DAN PERILAKU GURU YANG PROFESIONAL Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan bagian PENDIDIKAN / EDUCATION. A. Latar Belakang Masalah Guru merupakan sosok yang begitu dihormati lantaran memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah, pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal (Mulyasa, 2005:10). Minat, bakat, kemampuan, dan potensi peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual. Tugas guru tidak hanya mengajar, namun juga mendidik, mengasuh, membimbing, dan membentuk kepribadian siswa guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM). Ironisnya kekawatiran di dunia pendidikan kini menyeruak ketika menyaksikan tawuran antar pelajar yang bergejolak dimana-mana. Ada kegalauan muncul kala menjumpai realitas bahwa guru di sekolah lebih banyak menghukum daripada memberi reward siswanya. Ada kegundahan yang membuncah ketika sosok guru berbuat asusila terhadap siswanya. Dunia pendidikan yang harusnya penuh dengan kasih sayang, tempat untuk belajar tentang moral, budi pekerti justru sekarang ini dekat dengan tindak kekarasan dan asusila. Dunia yang seharusnya mencerminkan sikap-sikap intelektual, budi pekerti, dan menjunjung tinggi nilai moral, justru telah dicoreng oleh segelintir oknum pendidik (guru) yang tidak bertanggung jawab. Realitas ini mengandung pesan bahwa dunia guru harus segera melakukan evaluasi ke dalam. Sepertinya, sudah waktunya untuk melakukan pelurusan kembali atas pemahaman dalam memposisikan profesi guru. Kesalahan guru dalam memahami profesinya akan mengakibatkan bergesernya fungsi guru secara perlahan-lahan. Pergeseran ini telah menyebabkan dua pihak yang tadinya sama-sama membawa kepentingan dan salng membutuhkan, yakni guru dan siswa, menjadi tidak lagi saling membutuhkan. Akibatnya suasana belajar sangat memberatkan, membosankan, dan jauh dari suasana yang membahagiakan. Dari sinilah konflik demi konflik muncul sehingga pihak-pihak didalamnya mudah frustasi lantas mudah melampiaskan kegundahan dengan cara-cara yang tidak benar. Untuk itulah makalah ini saya susun sebagai bahan kajian bagi guru atau pendidik agar dapat berperilaku dan bersikap profesional dalam menjalankan tugas mulia ini. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka permasalahan yang hendak dikaji adalah: 1. Bagaimana sikap dan perilaku guru yang profesional itu? 2. Mengapa sikap dan perilaku guru bisa menyimpang? C. Manfaat dan Tujuan 1. Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk: a. Mendeskripsikan penyebab sikap dan perilaku guru bisa menyimpang. b. Mendeskripsikan sikap dan perilaku guru yang profesional. 2. Manfaat penyusunan makalah ini secara: a. Teoretis, untuk mengkaji sikap dan perilaku guru yang profesional. b. Praktis, bermanfaat bagi: (1) para pendidik agar pendidik dapat bersikap dan berperilaku profesional, (2) para kepala sekolah, untuk memberikan pembinaan kepada para pendidik. BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Dasar Sikap dan Perilaku Thursthoen dalam Walgito (1990: 108) menjelaskan bahwa, sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek. Berkowitz, dalam Azwar (2000:5) menerangkan sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sikap adalah kecenderungan, pandangan, pendapat atau pendirian seseorang untuk menilai suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek. Struktur sikap siswa terhadap konselor terdiri dari tiga komponen yang terdiri atas: 1. Komponen kognitif Komponen ini berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, dan keyakinan tentang objek. Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana orang mempersepsi objek sikap. 2. Komponen afektif Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap sikap. Perasaan tersebut dapat berupa rasa senang atau tidak senang terhadap objek, rasa tidak senang merupakan hal yang negatif.. komponen ini menunjukkan ke arah sikap yaitu positif dan negatif. Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap (Azwar, 2000:26), secara umum komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap. 3. Komponen konatif Komponen ini merupakan kecenderungan seseorang untuk bereaksi, bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Komponen-komponen tersebut di atas merupakan komponen yang membentuk struktur sikap. Ketiga komponen tersebut saling berhubungan dan tergantung satu sama lain. Saling ketergantungan tersebut apabila seseorang menghadapi suatu objek tertentu, maka melalui komponen kognitifnya akan terjadi persepsi pemahaman terhadap objek sikap. Hasil pemahaman sikap individu mengakui dapat menimbulkan keyakinan-keyakinan tertentu terhadap suatu objek yang dapat berarti atau tidak berarti. Dalam setiap individu akan berkembang komponen afektif yang kemudian akan memberikan emosinya yang mungkin positif dan mungkin negatif. Bila penilaiannya positif akan menimbulkan rasa senang, sedangkan penilaian negatif akan menimbulkan perasaan tidak senang. Akhirnya berdasarkan penilaian tersebut akan mempengaruhi konasinya, melalui inilah akan mendapat diketahui apakah individu ada kecenderungan bertindak dalam bertingkah laku, baik hanya secara lisan maupun bertingkah laku secara nyata. Katz (dalam Walgito, 1990:110) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai empat fungsi, yaitu: 1. Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian, atau fungsi manfaat. Fungsi ini berkaitan dengan sarana tujuan. Di sini sikap merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Orang memandang sampai sejauh mana objek sikap dapat digunakan sebagai sarana dalam mencapai tujuan. Bila objek sikap dapat membantu seseorang dalam mencapai tujuannya, maka orang akan bersikap positif terhadap objek sikap tersebut. Demikian sebaliknya bila objek sikap menghambat dalam pencapaian tujuan, maka orang akan bersikap negatif terhadap objek sikap tersebut. Fungsi ini juga disebut fungsi manfaat, yang artinya sampai sejauh mana manfaat objek sikap dalam mencapai tujuan. Fungsi ini juga disebut sebagai fungsi penyesuaian, artinya sikap yang diambil seseorang akan dapat menyesuaikan diri secara baik terhadap sekitarnya. 2. Fungsi pertahanan ego Ini merupakan sikap yang diambil oleh seseorang demi untuk mempertahankan ego atau akunya. Sikap diambil seseorang pada waktu orang yang bersangkutan terancam dalam keadaan dirinya atau egonya, maka dalam keadaan terdesak sikapnya dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego. 3. Fungsi ekspresi nilai Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi individu untuk mengekspresikan nilai yang ada dalam dirinya. Dengan mengekspresikan diri seseorang akan mendapatkan kepuasan dan dapat menunjukkan keadaan dirinya. Dengan mengambil nilai sikap tertentu, akan dapat menggambarkan sistem nilai yang ada pada individu yang bersangkutan. 4. Fungsi pengetahuan Fungsi ini mempunyai arti bahwa setiap individu mempunyai dorongan untuk ingin tahu. Dengan pengalamannya yang tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu, akan disusun kembali atau diubah sedemikian rupa sehingga menjadi konsisten. Ini berarti bila seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu objek, menunjukkan tentang pengetahuan orang tersebut objek sikap yang bersangkutan. Proses timbulnya atau terbentuknya sikap dapat dilihat pada bagan sikap berikut ini: Faktor Internal - Fisiologis - PsikologisObjek Sikap Sikap Faktor Eksternal - Pengalaman - Situasi - Norma-norma - Hambatan - Pendorong Reaksi Bagan 1 : Bagan Proses Timbulnya Sikap Dari bagan di atas tersebut dapat dikembangkan bahwa sikap yang ada pada diri seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor fisiologis dan psikologis serta faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berwujud situasi yang dihadapi oleh individu, norma-norma yang ada dalam masyarakat, hambatan-hambatan atau pendorong-pendorong yang ada dalam masyarakat. Semuanya ini akan berpengaruh terhadap sikap yang ada pada diri seseorang. Sementara itu reaksi yang diberikan individu terhadap objek sikap dapat bersifat positif, tetapi juga dapat bersifat negatif. Sikap yang diambil pada diri individu dapat diikuti dalam bagan berikut ini: * Keyakinan * Proses Belajar * Cakrawala * Pengalaman * Pengetahuan * Objek Sikap * Persepsi * Faktor- Faktor lingkungan yang berpengaruh * Kepribadian * Kognisi * Afeksi * Konasi * Sikap Bagan 2 : Bagan Perseps dikutip dari Mar’at (1982:23) dengan perubahan. Dilihat dari bagan di atas dapat dijelaskan bahwa sikap akan dipersepsi oleh individu dan hasil persepsi akan dicerminkan dalam sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan. Dalam persepsi objek sikap individu akan dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, keyakinan, proses belajar, dan hasil proses persepsi ini akan merupakan pendapat atau keyakinan individu mengenai objek sikap dan ini berkaitan dengan segi kognisi. Afeksi akan mengiringi hasil kognisi terhadap objek sikap sebagai aspek evaluatif, yang dapat bersifat positif atau negatif. Hasil evaluasi aspek afeksi akan mengait segi konasi, yaitu merupakan kesiapan untuk memberikan respon terhadap objek sikap, kesiapan untuk bertindak dan untuk berperilaku. Keadaan lingkungan akan memberikan pengaruh terhadap objek sikap maupun pada individu yang bersangkutan. Bringham dalam Azwar (2000:138) menjelaskan tipe ukuran sikap yang paling sering dipakai adalah questioner self-report yang disebut skala sikap dan biasanya meliputi respon setuju atau tidak dalam beberapa kelompok-kelompok. Ukuran self-report mudah digunakan namun ukuran itu dapat memiliki sifat kemenduaan (ambiguity) atau adanya ukuran lain. Sikap dari skala sikap ini adalah isi pernyataan yang berupa pernyataan langsung yang jelas tujuan ukuran atau pernyataan tidak langsung yang kurang jelas untuk tujuan ukurannya bagi responden. Mengukur sikap bukan suatu hal yang mudah sebab sikap adalah kecenderungan, pandangan pendapat, atau pendirian seseorang untuk meneliti suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya, dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek. Dalam penelitian sikap, tergantung pada kepekaan dan kecermatan pengukurannya. Perlu diperhatikan metode yang berhubungan dengan pengukuran sikap, bagaimana instrumen itu dapat dikembangkan dan digunakan untuk mengukur sikap. Azwar (2000:90) menjelaskan bahwa, metode yang bisa digunakan untuk pengungkapan sikap yaitu: 1. Observasi perilaku Kalau seseorang menampakkan perilaku yang konsisten (terulang) misalnya tidak pernah mau diajak nonton film Indonesia, bukanlah dapat disimpulkan bahwa ia tidak menyukai film Indonesia. Orang lain yang selalu memakai baju warna putih, bukankah dia memperlihatkan sikapnya terhadap warna putih. Perilaku tertentu bahkan kadang-kadang sengaja ditampakkan untuk menyembunyikan sikap yang sebenarnya. Dengan demikian, perilaku yang diamati mungkin saja dapat menjadi indikator sikap dalam kontek situasional tertentu, tetapi interpretasi sikap warna sangat berhati-hati apabila hanya didasarkan dari pengamatan terhadap perilaku yang ditampakkan oleh seseorang. 2. Pertanyaan langsung Asumsi yang mendasari metode pertanyaan langsung guna pengungkapan sikap, pertama adalah asumsi bahwa individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri, dan kedua adalah asumsi keterusterangan bahwa manusia akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakannya. 3. Pengungkapan langsung Suatu metode pertanyaan langsung adalah pengungkapan langsung (direct assessment) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan item tunggal maupun dengan menggunakan item ganda. Prosedur pengungkapan langsung dengan item ganda sangat sederhana. Responden diminta untuk menjawab langsung suatu pernyataan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju atau tidak setuju. Penyajian dan pemberian respondennya yang dilakukan secara tertulis memungkinkan individu untuk menyatakan sikap secara lebih jujur. Pengukuran sikap yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pengungkapan langsung yaitu dengan menggunakan skala psikologis yang diberikan pada objek. B. Sikap dan Perilaku Guru yang Profesional Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru, antara lain melalui seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkam melalui pendidikan formal bahkan dengan menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih tinggi. Kendatipun dalam pelakansaannya masih jauh dari harapan, dan banyak penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang yang menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi. Latar belakang pendidikan ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan, bersamaan dengan faktor lain yang mempengaruhi. Walaupun dalam kenyataannya banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak disadari oleh guru dalam pembelajaran ada tujuh kesalahan. Kesalahan-kesalahan itu antara lain: 1. mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, 2. menunggu peserta didik berperilaku negatif, 3. menggunakan destruktif discipline, 4. mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik, 5. merasa diri paling pandai di kelasnya, 6. tidak adil (diskriminatif), serta 7. memaksakan hak peserta didik (Mulyasa, 2005:20). Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dosen dan Guru, yakni: 1. kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, 2. kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik, 3. kompetensi profesional adalah kamampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam, 4. kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respon hanya akan timbul, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang dikehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbul didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif negati, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar, 2000: 15). Sedangkan perilaku merupakan bentuk tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi respon dan reaksi. Menurut Mann dalam Azwar (2000) sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata namun juga ditentukan faktor eksternal lainnya. Menurut penuturan R.Tantiningsih dalam Wawasan 14 Mei 2005, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar beberapa sikap dan perilaku menyimpang dalam dunia pendidikan dapat hindari, diantaranya: Pertama, menyiapakan tenaga pendidik yang benar-benar profesional yang dapat menghormati siswa secara utuh. Kedua, guru merupakan key succes factor dalam keberhasilan budi pekerti. Dari guru siswa mendapatkan action exercise dari pembelajaran yang diberikan. Guru sebagai panutan hendaknya menjaga image dalam bersikap dan berperilaku. Ketiga, Budi pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah. Kempat, adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara siswa, guru (sekolah), dan orang tua. Terkait dengan hal di atas, Hasil temuan dari universitas Harvard bahwa 85 % dari sebab-sebab kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain-lain adalah karena sikap-sikap seseorang. Hanya 15 % disebabkan oleh keahlian atau kompetensi teknis yang dimiliki (Ronnie, 2005:62). Namun sayangnya justru kemampuan yang bersifat teknis ini yang menjadi primadona dalam istisusi pendidikan yang dianggap modern sekarang ini. Bahkan kompetensi teknis ini dijadikan basis utama dari proses belajar mengajar. Jelas hal ini bukan solusi, bahkan akan membuat permasalahan semakin menjadi. Semakin menggelembung dan semakin sulit untuk diatasi. Menurut Danni Ronnie M ada enam belas pilar agar guru dapat mengajar dengan hati. Keenam belas pilar tersebut menekankan pada sikap dan perilaku pendidik untuk mengembangkan potensi peserta didik. Enam belas pilar pembentukan karakter yang harus dimiliki seorang guru, antara lain: 1. kasih sayang, 2. penghargaan, 3. pemberian ruang untuk mengembangkan diri, 4. kepercayaan, 5. kerjasama, 6. saling berbagi, 7. saling memotivasi, 8. saling mendengarkan, 9. saling berinteraksi secara positif, 10. saling menanamkan nilai-nilai moral, 11. saling mengingatkan dengan ketulusan hati, 12. saling menularkan antusiasme, 13. saling menggali potensi diri, 14. saling mengajari dengan kerendahan hati, 15. saling menginsiprasi, 16. saling menghormati perbedaan. Jika para pendidik menyadari dan memiliki menerapkan 16 pilar pembangunan karakter tersebut jelas akan memberikan sumbangsih yang luar biasa kepada masyarakat dan negaranya. C. Faktor Penyebab Sikap dan Perilaku Guru Menyimpang Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan anak bangsa. Berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dilaksanakan walapun belum menunjukkan hasil yang optimal. Pendidikan tidak bisa lepas dari siswa atau peserta didik. Siswa merupakan subjek didik yang harus diakui keberadaannya. Berbagai karakter siswa dan potensi dalam dirinya tidak boleh diabaikan begitu saja. Tugas utama guru mendidik dan mengembangkan berbagai potensi itu. Jika ada pendidik (guru) yang sikap dan perilakunya menyimpang karena dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, adanya malpraktik (meminjam istilah Prof Mungin) yaitu melakukan praktik yang salah, miskonsep. Guru salah dalam menerapkan hukuman pada siswa. Apapun alasannya tindakan kekerasan maupun pencabulan guru terhadap siswa merupakan suatu pelanggaran. Kedua, kurang siapnya guru maupun siswa secara fisik, mental, maupun emosional. Kesiapan fisik, mental, dan emosional guru maupun siswa sangat diperlukan. Jika kedua belah pihak siap secara fisik, mental, dan emosional, proses belajar mengajar akan lancar, interaksi siswa dan guru pun akan terjalin harmonis layaknya orang tua dengan anaknya. Ketiga, kurangnya penanaman budi pekerti di sekolah. Pelajaran budi pekerti sekarang ini sudah tidak ada lagi. Kalaupun ada sifatnya hanya sebagai pelengkap, lantaran diintegrasikan dengan berbagai mata pelajaran yang ada. Namun realitas di lapangan pelajaran yang didapat siswa kabanyakan hanya dijejali berbagai materi. Sehingga nilai-nilai budi pekerti yang harus diajarkan justru dilupakan. Selain dari ketiga faktor di atas, juga dipengaruhi oleh tipe-tipe kejiwaan seperti yang diungkapkan Plato dalam “Tipologo Plato”, bahwa fungsi jiwa ada tiga, yaitu: fikiran, kemauan, dan perasaan. Pikiran berkedudukan di kepala, kemauan berkedudukan dalam dada, dan perasaan berkedudukan dalam tubuh bagian bawah. Atas perbedaan tersebut Plato juga membedakan bahwa pikiran itu sumber kebijakasanaan, kemauan sumber keberanian, dan perasaan sumber kekuatan menahan hawa nafsu. Jika pikiran, kemauan, perasaan tidak sinkron akan menimbulkan permasalahan. Perasaan tidak dapat mengendalikan hawa nafsu, akibatnya kemauan tidak terkendali dan pikiran tidak dapat berpikir bijak. Agar pendidikan di Indonesia berhasil, paling tidak pendidik memahami faktor-faktor tersebut. Kemudian mampu mengantisipasinya dengan baik. Sehingga kesalahan-kesalahan guru dalam sikap dan perilaku dapat dihindari. Bagaimanapun juga kualitas pendidikan di Indonesia harus mampu bersaing di dunia internasional. Sikap dan perilaku profesional seorang pendidik akan mampu membawa dunia pendidikan lebih berkualitas. Dengan demikian diharapkan mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional Indonesia yaitu membentuk manusia Indonesia seutuhnya. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap dan perilaku guru yang profesional adalah mampu menjadi teladan bagi para peserta didik, mampu mengembangkan kompetensi dalam dirinya, dan mampu mengembangkan potensi para peserta didik. Sikap dan perilaku guru yang profesional mencakup enam belas pilar dalam pembangun karakter. Keenam belas pilar tersebut, yakni kasih sayang, penghargaan, pemberian ruang untuk mengembangkan diri, kepercayaan, kerjasama, saling berbagi, saling memotivasi, saling mendengarkan, saling berinteraksi secara positif, saling menanamkan nilai-nilai moral, saling mengingatkan dengan ketulusan hati, saling menularkan antusiasme, saling menggali potensi diri, saling mengajari dengan kerendahan hati, saling menginsiprasi, saling menghormati perbedaan. Sikap dan perilaku guru dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhinya berupa faktor eksternal dan internal. Oleh karena itu pendidik harus mampu mengatasi apabila kedua faktor tersebut menimbulkan hal-hal yang negatif. B. Saran Para pendidik, calon pendidik, dan pihak-pihak yang terkait hendaknya mulai memahami, menerapkan, dan mengembangkan sikap-sikap serta perilaku dalam dunia pendidikan melalui teladan baik dalam pikiran, ucapan, dan tindakan

http://www.kalteng.go.id/profile.asp?mode=create

situs Provinsi

http://www.youtube.com/watch?v=SzWMPzbgebw&feature=related

http://www.youtube.com/watch?v=Ww0wKU6BrwM&feature=related

video basket

http://www.youtube.com/watch?v=oUv18zfYCHQ

salah siapa ?

Tindakan 11 pelajar di SMU Negeri Cianjur tidak pantas ditiru. Tindakan mesum di sekolah dianggap tidak layak dilakukan. Karenanya Departemen Pendidikan Nasional pun mengaku sangat prihatin dengan tindakan amoral itu. Pernyataan ini secara resmi disampaikan oleh Dirjen Dikdasmen Suyanto saat dicegat wartawan di kantornya, Jalan Sudirman, Jakarta, Senin (21/11/2005). "Saya sangat prihatin kalau peristiwa itu benar terjadi. Apalagi kejadiannya di sekolah, karena saat ini kita harus menciptakan budaya sekolah yang baik," terangnya. Menyangkut adanya oknum pendidik yang terlibat dalam kasus amoral itu, Suyanto sangat menyayangkan dan meminta yang bersangkutan diberikan sanksi yang tegas. "Kalau ada pendidik yang terlibat di situ, saya berharap kepada Kepala Diknas untuk memberi sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku, karena telah melanggar kode etik profesionalisme dan mandat yang diberikan kepada pendidik tersebut," tegasnya. Dalam pandangannya, sangat tidak bermoral jika seorang pendidik yang seharusnya menjadi panutan ternyata justru melakukan tindakan yang tidak etis dan tidak sopan. Namun demikian, lanjut Suyanto, pihak Diknas tidak bisa mengintervensi hingga sanksi, karena sekarang sudah ada desentralisasi pendidikan dan otonomi. "Jadi yang berhak memberikan sanksi administratif adalah Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur. Kalau sebagai Dirjen, saya hanya memberikan arahan," tukasnya. Dalam kesempatan itu dirinya kembali mengingatkan orangtua siswa dan pendidik untuk belajar dari munculnya kasus di SMU Negeri Cianjur tersebut. "Jangan sampai kita terantuk pada batu sandungan yang kedua kalinya. Itu harus menjadi pelajaran semua anak-anak dan pendidik yang lain supaya tidak meniru hal-hal yang seperti itu," tegasnya. Bagi para pelajar, Suyanto menyarankan agar lebih memilih kegiatan yang positif, seperti mengikuti kegiatan ekstrakurikuler semacam lomba menggambar, belajar teknologi komputer, desain web, serta olahraga. "Saya rasa olahraga bisa menghilangkan maksud-maksud seperti itu," tuturnya.

teknik berpidato

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/01/tgl/26/time/100148/idnews/526604/idkanal/10

Tips menghadapi ujian

Belajar merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para pelajar dan mahasiswa. Belajar pada umumnya dilakukan di sekolah ketika jam pelajaran berlangsung dibimbing oleh Bapak atau Ibu Guru. Belajar yang baik juga dilakukan di rumah baik dengan maupun tanpa PR/pekerjaan rumah. Belajar yang dilakukan secara terburu-buru akibat dikejar-kejar waktu memiliki dampak yang tidak baik. Berikut ini adalah tips dan triks yang dapat menjadi masukan berharga dalam mempersiapkan diri dalam menghadapi ulangan atau ujian : 1. Belajar Kelompok Belajar kelompok dapat menjadi kegiatan belajar menjadi lebih menyenangkan karena ditemani oleh teman dan berada di rumah sendiri sehingga dapat lebih santai. Namun sebaiknya tetap didampingi oleh orang dewasa seperti kakak, paman, bibi atau orang tua agar belajar tidak berubah menjadi bermain. Belajar kelompok ada baiknya mengajak teman yang pandai dan rajin belajar agar yang tidak pandai jadi ketularan pintar. Dalam belajar kelompok kegiatannya adalah membahas pelajaran yang belum dipahami oleh semua atau sebagian kelompok belajar baik yang sudah dijelaskan guru maupun belum dijelaskan guru. 2. Rajin Membuat Catatan Intisari Pelajaran Bagian-bagian penting dari pelajaran sebaiknya dibuat catatan di kertas atau buku kecil yang dapat dibawa kemana-mana sehingga dapat dibaca di mana pun kita berada. Namun catatan tersebut jangan dijadikan media mencontek karena dapat merugikan kita sendiri. 3. Membuat Perencanaan Yang Baik Untuk mencapai suatu tujuan biasanya diiringi oleh rencana yang baik. Oleh karena itu ada baiknya kita membuat rencana belajar dan rencana pencapaian nilai untuk mengetahui apakah kegiatan belajar yang kita lakukan telah maksimal atau perlu ditingkatkan. Sesuaikan target pencapaian dengan kemampuan yang kita miliki. Jangan menargetkan yang yang nomor satu jika saat ini kita masih di luar 10 besar di kelas. Buat rencana belajar yang diprioritaskan pada mata pelajaran yang lemah. Buatlah jadwal belajar yang baik. 4. Disiplin Dalam Belajar Apabila kita telah membuat jadwal belajar maka harus dijalankan dengan baik. Contohnya seperti belajar tepat waktu dan serius tidak sambil main-main dengan konsentrasi penuh. Jika waktu makan, mandi, ibadah, dan sebagainya telah tiba maka jangan ditunda-tunda lagi. Lanjutkan belajar setelah melakukan kegiatan tersebut jika waktu belajar belum usai. Bermain dengan teman atau game dapat merusak konsentrasi belajar. Sebaiknya kegiatan bermain juga dijadwalkan dengan waktu yang cukup panjang namun tidak melelahkan jika dilakukan sebelum waktu belajar. Jika bermain video game sebaiknya pilih game yang mendidik dan tidak menimbulkan rasa penasaran yang tinggi ataupun rasa kekesalan yang tinggi jika kalah. 5. Menjadi Aktif Bertanya dan Ditanya Jika ada hal yang belum jelas, maka tanyakan kepada guru, teman atau orang tua. Jika kita bertanya biasanya kita akan ingat jawabannya. Jika bertanya, bertanyalah secukupnya dan jangan bersifat menguji orang yang kita tanya. Tawarkanlah pada teman untuk bertanya kepada kita hal-hal yang belum dia pahami. Semakin banyak ditanya maka kita dapat semakin ingat dengan jawaban dan apabila kita juga tidak tahu jawaban yang benar, maka kita dapat membahasnya bersama-sama dengan teman. Selain itu 6. Belajar Dengan Serius dan Tekun Ketika belajar di kelas dengarkan dan catat apa yang guru jelaskan. Catat yang penting karena bisa saja hal tersebut tidak ada di buku dan nanti akan keluar saat ulangan atau ujian. Ketika waktu luang baca kembali catatan yang telah dibuat tadi dan hapalkan sambil dimengerti. Jika kita sudah merasa mantap dengan suatu pelajaran maka ujilah diri sendiri dengan soal-soal. Setelah soal dikerjakan periksa jawaban dengan kunci jawaban. Pelajari kembali soal-soal yang salah dijawab. 7. Hindari Belajar Berlebihan Jika waktu ujian atau ulangan sudah dekat biasanya kita akan panik jika belum siap. Jalan pintas yang sering dilakukan oleh pelajar yang belum siap adalah dengan belajar hingga larut malam / begadang atau membuat contekan. Sebaiknya ketika akan ujian tetap tidur tepat waktu karena jika bergadang semalaman akan membawa dampak yang buruk bagi kesehatan, terutama bagi anak-anak. 8. Jujur Dalam Mengerjakan Ulangan Dan Ujian Hindari mencontek ketika sedang mengerjakan soal ulangan atau ujian. Mencontek dapat membuat sifat kita curang dan pembohong. Kebohongan bagaimanapun juga tidak dapat ditutup-tutupi terus-menerus dan cenderung untuk melakukan kebohongan selanjutnya untuk menutupi kebohongan selanjutnya. Anggaplah dengan nyontek pasti akan ketahuan guru dan memiliki masa depan sebagai penjahat apabila kita melakukan kecurangan. Semoga tips cara belajar yang benar ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua, amin

KISI-KISI SOAL PJOK KELAS 9

NO SOAL PILIHAN A PILIHAN B PILIHAN C PILIHAN D 1 Jumlah pemain ...